ALIRAN ALIRAN DALAM FILSAFAT
FILSAFAT UMUM
Tentang
ALIRAN ALIRAN DALAM FILSAFAT
Disusun oleh :
DARMA MELLI YANI
ROMI SAPUTRA
Dosen pembimbing :
RITA HANDAYANI ,S.FIL.I.MA
YAYASAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA BARAT (UISB)
SOLOK NAN INDAH
(YP3 UISB SNI)
2010 / 2011
KATA PENGANTARDengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini,Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang PENDAHULUAN
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Renaissance
Kata renaissance ini berasal dari kata bahasa Prancis yang artinya adalah “Kelahiran kembali atau kebangkitan kembali”. Kata Renaissance ini juga diturunkan dalam bahasa inggris yaitu Re yang artinya “Lagi, Kembali” dan Naisance yang artinya “Kelahiran”. Arti ini tidak beda jauh dari bahasa Prancis tadi.
Sementara dalam bahasa latin ada kata yang juga menunjuk pada kata pengertian seperti kata Prancis yaitu “Nascientia” yang berarti kelahiran, lahir atau dilahirkan (Nasiar, Natus).
Jadi arti dari semua istilah dari berbagai bahasa tadi menunjuk pada suatu gerekan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban.Gerakan ini juga menunjuk pada zaman dimana ditekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, berkreasi serta mengembangkan seni dan sastra dan ilmu pengetahuan.
II.I Kedudukan Renaissance dalam sejarah
Gerakan ini diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang merentang dari abad 14 hingga 16. Istilah ini akhirnya muncul kembali setelah Michael 1885 dan Burckhardt pada 1860 menggunakan istilah ini dalam judul karya-karya sejarah tentang Prancis dan Italia. Periode tadi dipandang sebagai kelahiran kembali semangat Yunani dan kebangkitan kembali belajar ilmiah. Periode peradaban ini terletak diujung atau sesudah abad kegelapan sampai munculnya abad moderen. Dengan adanya kelahiran kembali semangat untuk menghidupi kembali apa yang pernah ada. Orang mulai “come back to basic” untuk mengangkat sekaligus menghargai kemampuan manusia sebagai makhluk rasional. Come back to basic itu adalah “suatu zaman dimana peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikungkung, sain maju yaitu zaman Yunani kuno.
II.III Corak Khas Dari Renaissance
Dalam bagian terakhir dari paper ini penulis akan berusaha memaparkan ciri-ciri renaissance dimana akan dijelaskan tentang penghargaan bagi manusia sebagai makhluk yang otonom. Manusia sebagai makhluk otonom yang dimaksudkan oleh penulis adalah manusia yang tidak dibatasi kebebasannya untuk melakukan sesuatu. Manusia sebagai makhluk otonom berarti manusia sama sekali tidak menggantungkan diri pada kebenaran iman/wahyu seperti yang terjadi pada abad pertengahan melainkan berusaha dengan kekhasanya sebagai makhluk rasional untuk menemukan pelbagai kebenaran. Pada taraf inilah justru manusia tampil beda dengan mengguanakan daya kerja otaknya untuk mencari kebenaran yang bersifat ilmia dari berbagai disiplin ilmu.
Oleh karena pada bagian ini kita akan melihat corak khas dari Renaissance maka baiklah jika kita melihat juga oran-orang yang berpengaruh dalam zaman ini. Adapun yang akan menjadi focus pembahasan adalah orang-orang yang lewat kemampuan intelektualnya dapat menghadirkan pelbagai hal yang baru dalam bidangnya masing-masing.
1. Bersifat individualistis
Zaman ini kita boleh katakan bahwa orang menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri. Orang mulai menemukan bahwa pengenalan akan dirinya sendiri merupakan suatu nilai dan sekaligus menjadi kekuatan bagi pribadinya. Penemuan akan kemampuan yang ada pada diri sendiri jusrtu membuka peluang bagi kelanjutan kreatifitas yaang mau dilakukan oleh manusia.
Dalam suasana seperti ini muncullah suatu kesadaran akan kemampuan yang didasarkan pada rasio mansuia sendiri. Tak secara langsung orang mulai masuk pada sikap individualitas. Namun perlu diingat bahwa sikap ini sama sekali tidak punya arti yang sangat sempit. Dalam bidang filsafat misalnya, para pemikir berpendapat bahwa kretifitas yang ditunjuk lewat penemuan-penemuan tiada sedikitpun terikat pada wibawa apapun atau pada suatu keyakinan bersama. Kebenaran hendaknya harus dicapai pada kekuatan sendiri. Orang ingin menentukan sendiri apa yang harus diselidiki. Dengan jelas kita boleh katakan bahwa zaman ini cenderung pada sikap yang individual.
II.IV Filsafat Rasionalisme
Filsafat Rasionalisme satu aliran filsafat modern, yaitu empirisme. Kali ini saya akan menggali lebih dalam tentang aliran kontra empirisme, taitu Rasionalisme. Rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan)
Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. .G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
II.V Idealisme Obyektif
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.
Pada jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.
Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran. Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker. Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal. Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.
II.VI Idealisme Subyektif
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.
Pabad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali oleh Aguste Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya.
Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”
Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini :
“Baik buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang menerimanya, ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk bagi mereka yang menganggapnya buruk.”
“kekacauan sekarang timbul karena orang yang duduk dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti dengan orang-orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik.”
DAFTAR PUSTAKA
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/idealisme-dalam-filsafat-pendidikanhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.html
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/filsafat-pendidikan-pragmatisme
Post a Comment