PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Tentang
PENYESUAIAN DIRI REMAJA
DISUSUN OLEH :
Erick Yonanda
Yose Purwandi
DOSEN PEMBIMBING :
Masrul,s.Pd,m.Pd
YAYASAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA BARAT (UISB)
SOLOK NAN INDAH
(YP3 UISB SNI)
2010 / 2011
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini,Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.I Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN 2
II.I Penyesuaian Diri Pada Remaja 2
II.II Konsep Peyesuaian Diri 3
II.III Fakto Factor Yang Mempengaruhi Proses Pnyesuaian Diri 5
II.IV Pemasalahan Permasalahan Penyesuaian Diri 6
II.V Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Pendidikan 7
BAB III PENUTUP 9
III.I Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu memerlukan interaksi dengan lingkungan sosialnya karena dalam lingkungan sosial individu dapat berkembang dan menyesuaikan diri. Bagi remaja yang tinggal di panti asuhan, lingkungan panti asuhan merupakan lingkungan sosial yang utama dalam mengadakan penyesuaian diri. Apabila remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka remaja akan memiliki sikap negatif dan tidak bahagia. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh panti asuhan sebagai lingkungan pengganti keluarga dalam memberikan perlakuan dan pemenuhan kebutuhan remaja agar dapat mengembangkan kepribadian yang sehat.
Individu dalam perkembangannya membutuhkan orang lain. Interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya bersifat timbal balik. Selain mengadakan kontak sosial, remaja membutuhkan dukungan dari lingkungan. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungannya, baik berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang, membuat remaja memiliki pandangan positif terhadap diri dan lingkungan, sehingga menumbuhkan rasa aman dan bahagia yang penting dalam penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Penyesuaian Diri Pada Remaja
Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Kehidupan merupakan proses penyesuaian diri yang berkesinambungan. Setiap individu selalu melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah interaksi yang terus menerus dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dari diri sendiri maksudnya adalah total kesiapan tubuh, tingkah laku, pikiran dan perasaan untuk mengahadapi segala sesuatu setiap saat. Orang lain maksudnya adalah bahwa secara nyata mereka memiliki pengaruh terhadap individu. Sedangkan lingkungan adalah penglihatan dan penciuman serta suara si sekitar individu yang dijalani sebagai urusan individu (Calhoun dan Acocella, 1995:14). Interaksi antara individu dengan orang lain dan lingkungannya bersifat timbal balik dan secara konstan saling mempengaruhi. Individu selain dapat mengatasi masalahnya sendiri, juga dapat mengatasi berbagai masalah yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup bersama orang lain.
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartono, 2000).
Sedangkan Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian diri berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (autoplastis) dan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri (alloplastis). Jadi, penyesuaian diri dapat bersifat pasif yaitu kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan dan dapat bersifat aktif yaitu kegiatan individu mempengaruhi lingkungan. Karena lingkungan dan keinginan individu yang selau berubah, maka penyesuaian diri sifatnya selalu dinamis antara autoplastis dan alloplastis.
Penyesuaian diri merupakan proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dan tuntutan dari lingkungan (Schneiders dalam Pramadi, 1996). Penyesuaian diri dapat diperoleh melalui proses belajar memahami, mengerti dan berusaha melakukan apa yang diinginkan individu maupun lingkungannya. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mencari sisi Apositif dari hal baru yang dimilikinya, kreatif dalam mengolah kondisi serta mampu mngendalikan diri, sikap dan perilakunya. Adanya hal-hal tersebut membuat individu akan lebih mudah diterima oleh lingkungan
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.[http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390]
II.II Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
[http://pesertadidik.netfirms.com/pokok_16.html]
1. Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
2. Karakteristik Penyesuaian Diri.
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
Penyesuaian Diri secara Positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
5. Mampu dalam belajar,
6. Menghargai pengalaman,
7. Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung,
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba,
Penyesuaian dengan substansi (mencari pengganti),
Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri,
Penyesuaian dengan belajar,
Penyesuaian dengan inhibis dan pengendalian diri,
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
3. Penyesuaian Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu:
Reaksi Bertahan
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan, ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
• Rasionalisasi,
• Represi,
• Proyeksi,
Reaksi menyerang
Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
• Selalu membenarkan diri sendiri,
• Mau berkuasa dalam setiap situasi,
• Bersikap senang mengganggu orang lain,
• Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan,
• Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
• Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
• Keras kepala dalam perbuatannya,
• Bersikap balas dendam,
• Memperkosa hak orang lain,
• Tindakan yang serampangan,
• Marah secara sadis.
Reaksi Melarikan Diri
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut : berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika dan regresi, yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil).
II.III Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap.
Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik,susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, dan penyakit,
• Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional,
• Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentu diri (self-determination), frustrasi, dan konflik,
• Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
• Penentu kultural, termasuk agama.
Pemahaman tentang faktor-faktor ini dan bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh dari hubungan-hubungan antara faktor-faktor ini dan tuntutan individu. [http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html
II.IV Permasalahan-permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga.
• Contoh : Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya.
Boldwyn dalam Dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata. Jenis kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri. Disamping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
Perbedaan antara perlakuan laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak pertemuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah. Ia terlaksa pindah dari sekolah kesekolah yang lain dan ia mengalami banyak kesukaran akademis, bahkan mungkin ai akan sangat tertinggal dalam pelajaran. Karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya. Demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama.
[http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html]
II.V Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Pendidikan
Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa remaja, karena selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga berfungsi sebagai transformasi norma.
Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BP.
Maka untuk tujuannya itu sekolah:
1. Menciptakan situasi “betah”.
2. Menciptakan suasana yng menyenangkan.
3. Memahami anak didik menyeluruh.
4. Menggunakan metode dan alat belajar yang menggairahkan.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang memotivasi belajar.
6. Ruangan kelas yang sehat.
7. Tata tertib yang dipahami.
8. Teladan dari para guru.
9. Kerja sama dan saling pengertian para guru.
10. Melaksanakan program BP yang baik.
11. Memiliki kepemimpinan yang penuh pengertian dan tanggung jawab.
12. Hubungan yang baik antara sekolah dan OT.
[http://kamalfachri.wordpress.com/2009/01/20/penyesuaian-diri-remaja-2
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
DAFTAR PUSTAKA
http://kamalfachri.wordpress.com/2009/01/20/penyesuaian-diri-remaja
http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html
http://pesertadidik.netfirms.com/pokok_16.html
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah psikis dan fisik walaupun dalam keadaan demikian ,ia telah memililiki kemampuan bawaan yang bersifat “laten’ potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui dan pemeliharaan yang mantap ,lebih lebih usia dini.
Sesuia dengan prinsip pertumbuhannya ,seoranganak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimiliki nya yaitu :
1 .Prinsip Biologis
Secara fisik anak baru dilahirkan dalam keadaan lemah .dalam segala gerak dan tindak tanduk nya.ia selalu memerlukan bantuan dari orang orang dewasa sekitarnya .dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah makluk instingtif.keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk di fungsikan secara maksimal.
2 .Prinsip Tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikis nya ,maka anak yang baru dilahirkan hingga dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya .ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3 .Prinsip ekspolorasi
Kemantapan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibaeanya sejak lahir ,baik jasmani maupun rohani memrlukan pemeliharaan dan latihan .jasmani nya baru akan befungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih.akal dan fungsi mental lainya pun akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta dapat diarahkan kepada pengekspolorasian.
Kesemuanya itu dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui pentahapan.demikian juga perkembangan agama pada diri anak .oleh karena itu timbul pertanyaan :
a) dimanakah timbulnya agama pada diri anak itu ?
b) bagaimanakah bentuk dan sifat agama yang ada pada anak anak
Timbulnya Agama Pada Anak
Menurut para ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makluk yang religius.anak yang baru dilahirkan mirip binatang ,bahkan mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada bayi manusia itu sendiri.selain itu ada pula yang berpendapat sebaliknya ,bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan .fitrah itu berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah beberapa pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan pendapat pertama bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan .apabila bakat elementer bayi lambat pertumbuhan dan matang ,maka agak syukurlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya.meskipun demikian ,ada yang berpendapat ,bahwa tanda tanda keagamaan pada dirinya tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi fungsi kejiwaan lainya.beberpa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain :
1 .Rasa ketergantungan (sense of depend )
Teori ini dikemukakan oleh Tomas melalui teori four Wisbes menurutnya manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat keonginan yaitu : keinginan untuk perlindungan (security) keinginan akan pengalaman baru (new experience) keinginan untuk mendapat tanggapan (response) keinginan untuk dikenal (recogmation) .berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu maka sejak bayi dilahirkan hidup da;lam ketergantungan ,melalui pengalaman pengalaman yang dilaluinya dari linkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan dalam diri anak.
2 .Instnk Keagamaan
Menurut woodworth,bayi yang dilahirkan sudah memliki bebrapa insting diantaranya insting keagamaan .belum terlihatnya tindak tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang meopang kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna.
II.II Perkembangan Pagama Pada Anak Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak anak itu melalui beberpa fase (tingkatan).dalam bukunya the development of religius on children ,ia mengatakan bahwa perkembangan pada anak anak itu melalui tiga tingkatan :
1 . the fairy tale stage (tingkatan dongeng )
Tinkatan ini dimulai pada anak anak yang berusia 3 – 6 tahun .pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebh banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emsi .pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi,hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng dongeng yang kurang masuk akal.
2 .the realistic stage (tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke usia (masa usia)adolesense .pada masa ini ide ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realitas).
3 .the individual stage (tngkat individu)
Pada tingkat ini anak sudah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.konsep keagamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga kelompok atau golongan :
a) konsep ketuhanan yang konversional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
b) Kkkonsep ketuhannan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan )
c) Konsep ketuhannan yang bersifat humanistic.agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.perubahan ini setiap tinkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu : perkembangan usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar di dalaminya.
Setiap makluk ciptaan tuhan ,sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap mausia sejak dilahirkan.potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta.dalam terminology islam dorongan ini dikenal dengan bidayat al-diniyat ,berupa benih benih keberagaman yang dianugrahkan tuhan kepada manusia .dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya adala makluk beragama.kajian antropologi budaya telah membuktikan kebenaran itu .Edwar B.taylor menyebutkan dengan istilah believe in spiritual being ( kepercayaan kepada zat adikodrati).menurut pendapatnya ,dorongan ini merupakan cikal bakal dari tumbuhnya kepercayaan atau agama pada manusia .dalam pengamatan lapangan yang dilaukan ,pakar antropologi ini menemukan kenyataan seperti itu pada suku suku primitife (yang masih budaya asli).berangkat dari kemampuan berfikir yang anthromorphistis ,maka zat adikrodati itu mereka wujudkan dalam bentuk benda konkret ,sepertipatung atau benda benda alam lainya.
Stenlay hall juga menemukan kecndrungan yang hamper sama dengan konsep totemisme dalam kehidupannya ,beberpa suku Indian mengaitkan klan (suku) mereka dengan binatang suci yang dipercaya sebagai reinkarnasi leluhur atau nenek moyang mereka.binatang totem ini dianggap suci dan menjadi lambing ritual keagamaan suku tersebut.konsep ajaran islam menegaskan bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia adalah untuk mpengabdian yang setia kepada penciptanya (QS 51 : 56 agar tugas dan tanggung jawab dapat diwujudkan secara benar maka tuhan mengutus rasulnya sebagai pemberi pengajaran contoh dan tauladan .pernyataan ini menunjukan bahwa dorongan beragama menunjukan factor bawaan manusia .apakah nantinya setelah dewasa seseorang aka menjadi sosok penganut agama yang taat,sepenuhnya tergantung binaan nilai nilai agama oleh kedua orang tuanya.keluarga merupakan didikan dasar bagi anak anak,sedangkan lembaga pendidikan hanyalah sebagai pelanjut dari pendidikan rumah tangga.dalam kaitan dengan kepentingan ini pula terlihat peran strategis dan peran sental keluarga dalam meletakkan dasar dasar keagamaan bagi anak anak.
II.III Sifat Sifat Agama Pada Anak Anak
Memenuhi konsep keagamaan pada anak anak berarti memahami sifat agama pada anak anak.sesuai dengan cirri yang mereka miliki ,maka sifat agama pada anak anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on out bority.ide keagamaan pada anak anak hamper sepenuhnya auatoritarius,maksudnya ,konsep keagamaan pada dirinya dipengaruhi oleh factor luar diri mereka.hal tersebut dapat dmengerti karena anak pada usia muda telah melihat dan mempelajari hal hal yang ada diluar diri mereka .mereka telah melihat apa yang dikerjakan dan di ajarkan oleh orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah kemaslahatan agama.orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip ekspolorasi yang mereka miliki.dengan demikian ketaatan terhadap ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik merek yang mereka pelajari dari orang tua maupun guru mereka.bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa,walaupun belum mereka sadari sepenuhnya.manfaat ajaran tersebut berdasarkan hal itu maka bentuk dan sifat ajaran agama pada diri anak dapat dibagi atas :
1 flective ( Tidak mendalam )
dalam penelitian machion tentang sejumlah konsep ketuhanan pada diri anak ,73% mereka menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia.dalm suatu skolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa santa Klaus memotong jenggotnya untuk membuat bantal.dengan demikian anggapan mereka terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik .kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam ,sehingga cukup sekedar saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangangan yang kadang kadang kurang masuk akal .meskipun demikian pada beberapa anak memiliki ketajaman fikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain.
Penelitian proff mengemukakan 2 contoh tentang hal itu :
a) suatu peristiwa,seorang anak mendapat keterangan dari ayahnya bahwa tuhan selalu mengabulkan permintaan hambanya. Kebetulan seorang anak selalu dihadapan sebuah took mainan .sang anak tertarik kepada sebuah topi berbentuk kerucut . sekembalinya kerumah ia langsung berdoa kepada tuhan untuk apa yangdiingininya itu. Karena itu diketahui oleh ibunya,maka ia tegur ibunya bahwa berkata dalam berdoa tak boleh seeorang memaksakan tuhan untuk mengabulkan barang yang diingininya itu. Mendengar hal tersebut anak tadi langsung mengemukakan pertanyaan ‘mengapa’ ?
b) seorang anak perempuan di beritahu tentang doa yang dapat mengerakkan sebuah gunung.berdasarkan pengetahuan tersebut maka pada suatu kesempatan anak itu berdoa selam beberapa jam agar tuhan memindahkan agar gunung gunung yang ada didaerah wasington ke laut.karena keinginan nya tidak terwujud ,maka semejak itu ia tidak mau berdoa lagi.
Dua contoh diatas menunjukan bahwa anak itu sudah menunjukan penmikiran yang kritis ,walaupun bersifat sederhana .menurut penelitian piiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral.di usia tersebut ,bahkan anak kurang cerdas pun menunjukan pikiran yang korektif.disini menunjukan bahwa anak meagukan kebenaran ajaran agama pada aspek aspek yang bersifat kongkrit
2 Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sejak tahun pertama usia perkembangan dan akan berkembang sejalan dengan pertumbuhan pengalamanya. Apabila kesadaran akan dir itu mulai subur pada diri anak ,maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya.semakin bertumbuh maka semakin meningkatnya pula egoisnya.
3 antbromorphis
pada umumnya konsep mengenai ketuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamanya di kalaia berhubungan dengan orang lain.tapi suatu kenyataan bahwa konsep ketuhanan mereka tanpa jelas menggambarkan aspek aspek kemanusian.melalui konsep yang terbentuk dalampikiran merka menganggap bahwa perikeadaan tuhan itu sama dengan manusia.perkerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat disaat orang itu berada dalam tempat yang gelap.syurga terletak dilangit dan bagi orang yang baik.anak menganggap bahwa tuhan dapat melihat segala perbuatan langsung kerumah rumah mereka seperti selayaknya orang mengintai . pada anak yang berusia 6 tahun menurut penelitian praff pandangan anak terhadap tuhan adalah sebagai berikut : tuhan mempunyai wajah seperti manusia telinganya lebar dan besar ,tuhan tidak akan makan tetapi hanya minum embun.
4 verbalis dan ritualis
sari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh secara verbal (ucapan).
5 Imitatif
Dalam kehidupan sehari hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagmaan yang dilakukan oleh anak anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat mislnya mereka melaksanakan karena hasil melihat perbuatan lingkungan baik berupa pembiasaan maupun pengajaran yang intensif.para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung .sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan kegamaan ada anak.
6 Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak.berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan daja .hal ini merupakan langkah pertama dari ernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat dislurkan melalui cerita yang menimbulkan rasa takjub.
3. Pentingnya Pendidikan Agama
Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Demikian pula halnya pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah egara lainnya yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.
Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan berakibat hal-hal sebagai berikut.
a. Tidak terdapat segara agama dalam kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa;
b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan egar-hukum atau norma-norma yang berlaku.
Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan egara-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar egar-hukum agama.
Sesuai dengan dasar egara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka kepribadian warga egara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama, karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada ajaran, egar, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara menghadapi segala problem dalam hidup.
Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, egaraena banyak orangtua yang tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.
Tentang
PENYESUAIAN DIRI REMAJA
DISUSUN OLEH :
Erick Yonanda
Yose Purwandi
DOSEN PEMBIMBING :
Masrul,s.Pd,m.Pd
YAYASAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA BARAT (UISB)
SOLOK NAN INDAH
(YP3 UISB SNI)
2010 / 2011
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini,Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.I Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN 2
II.I Penyesuaian Diri Pada Remaja 2
II.II Konsep Peyesuaian Diri 3
II.III Fakto Factor Yang Mempengaruhi Proses Pnyesuaian Diri 5
II.IV Pemasalahan Permasalahan Penyesuaian Diri 6
II.V Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Pendidikan 7
BAB III PENUTUP 9
III.I Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu memerlukan interaksi dengan lingkungan sosialnya karena dalam lingkungan sosial individu dapat berkembang dan menyesuaikan diri. Bagi remaja yang tinggal di panti asuhan, lingkungan panti asuhan merupakan lingkungan sosial yang utama dalam mengadakan penyesuaian diri. Apabila remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka remaja akan memiliki sikap negatif dan tidak bahagia. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh panti asuhan sebagai lingkungan pengganti keluarga dalam memberikan perlakuan dan pemenuhan kebutuhan remaja agar dapat mengembangkan kepribadian yang sehat.
Individu dalam perkembangannya membutuhkan orang lain. Interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya bersifat timbal balik. Selain mengadakan kontak sosial, remaja membutuhkan dukungan dari lingkungan. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungannya, baik berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang, membuat remaja memiliki pandangan positif terhadap diri dan lingkungan, sehingga menumbuhkan rasa aman dan bahagia yang penting dalam penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Penyesuaian Diri Pada Remaja
Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Kehidupan merupakan proses penyesuaian diri yang berkesinambungan. Setiap individu selalu melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah interaksi yang terus menerus dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dari diri sendiri maksudnya adalah total kesiapan tubuh, tingkah laku, pikiran dan perasaan untuk mengahadapi segala sesuatu setiap saat. Orang lain maksudnya adalah bahwa secara nyata mereka memiliki pengaruh terhadap individu. Sedangkan lingkungan adalah penglihatan dan penciuman serta suara si sekitar individu yang dijalani sebagai urusan individu (Calhoun dan Acocella, 1995:14). Interaksi antara individu dengan orang lain dan lingkungannya bersifat timbal balik dan secara konstan saling mempengaruhi. Individu selain dapat mengatasi masalahnya sendiri, juga dapat mengatasi berbagai masalah yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup bersama orang lain.
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartono, 2000).
Sedangkan Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian diri berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (autoplastis) dan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri (alloplastis). Jadi, penyesuaian diri dapat bersifat pasif yaitu kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan dan dapat bersifat aktif yaitu kegiatan individu mempengaruhi lingkungan. Karena lingkungan dan keinginan individu yang selau berubah, maka penyesuaian diri sifatnya selalu dinamis antara autoplastis dan alloplastis.
Penyesuaian diri merupakan proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dan tuntutan dari lingkungan (Schneiders dalam Pramadi, 1996). Penyesuaian diri dapat diperoleh melalui proses belajar memahami, mengerti dan berusaha melakukan apa yang diinginkan individu maupun lingkungannya. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mencari sisi Apositif dari hal baru yang dimilikinya, kreatif dalam mengolah kondisi serta mampu mngendalikan diri, sikap dan perilakunya. Adanya hal-hal tersebut membuat individu akan lebih mudah diterima oleh lingkungan
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.[http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390]
II.II Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
[http://pesertadidik.netfirms.com/pokok_16.html]
1. Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
2. Karakteristik Penyesuaian Diri.
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
Penyesuaian Diri secara Positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
5. Mampu dalam belajar,
6. Menghargai pengalaman,
7. Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung,
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba,
Penyesuaian dengan substansi (mencari pengganti),
Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri,
Penyesuaian dengan belajar,
Penyesuaian dengan inhibis dan pengendalian diri,
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
3. Penyesuaian Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu:
Reaksi Bertahan
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan, ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
• Rasionalisasi,
• Represi,
• Proyeksi,
Reaksi menyerang
Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
• Selalu membenarkan diri sendiri,
• Mau berkuasa dalam setiap situasi,
• Bersikap senang mengganggu orang lain,
• Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan,
• Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
• Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
• Keras kepala dalam perbuatannya,
• Bersikap balas dendam,
• Memperkosa hak orang lain,
• Tindakan yang serampangan,
• Marah secara sadis.
Reaksi Melarikan Diri
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut : berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika dan regresi, yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil).
II.III Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap.
Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik,susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, dan penyakit,
• Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional,
• Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentu diri (self-determination), frustrasi, dan konflik,
• Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
• Penentu kultural, termasuk agama.
Pemahaman tentang faktor-faktor ini dan bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh dari hubungan-hubungan antara faktor-faktor ini dan tuntutan individu. [http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html
II.IV Permasalahan-permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga.
• Contoh : Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya.
Boldwyn dalam Dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata. Jenis kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri. Disamping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
Perbedaan antara perlakuan laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak pertemuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah. Ia terlaksa pindah dari sekolah kesekolah yang lain dan ia mengalami banyak kesukaran akademis, bahkan mungkin ai akan sangat tertinggal dalam pelajaran. Karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya. Demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama.
[http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html]
II.V Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Pendidikan
Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa remaja, karena selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga berfungsi sebagai transformasi norma.
Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BP.
Maka untuk tujuannya itu sekolah:
1. Menciptakan situasi “betah”.
2. Menciptakan suasana yng menyenangkan.
3. Memahami anak didik menyeluruh.
4. Menggunakan metode dan alat belajar yang menggairahkan.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang memotivasi belajar.
6. Ruangan kelas yang sehat.
7. Tata tertib yang dipahami.
8. Teladan dari para guru.
9. Kerja sama dan saling pengertian para guru.
10. Melaksanakan program BP yang baik.
11. Memiliki kepemimpinan yang penuh pengertian dan tanggung jawab.
12. Hubungan yang baik antara sekolah dan OT.
[http://kamalfachri.wordpress.com/2009/01/20/penyesuaian-diri-remaja-2
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
DAFTAR PUSTAKA
http://kamalfachri.wordpress.com/2009/01/20/penyesuaian-diri-remaja
http://unjakreatif.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-remaja.html
http://pesertadidik.netfirms.com/pokok_16.html
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah psikis dan fisik walaupun dalam keadaan demikian ,ia telah memililiki kemampuan bawaan yang bersifat “laten’ potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui dan pemeliharaan yang mantap ,lebih lebih usia dini.
Sesuia dengan prinsip pertumbuhannya ,seoranganak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimiliki nya yaitu :
1 .Prinsip Biologis
Secara fisik anak baru dilahirkan dalam keadaan lemah .dalam segala gerak dan tindak tanduk nya.ia selalu memerlukan bantuan dari orang orang dewasa sekitarnya .dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah makluk instingtif.keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk di fungsikan secara maksimal.
2 .Prinsip Tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikis nya ,maka anak yang baru dilahirkan hingga dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya .ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3 .Prinsip ekspolorasi
Kemantapan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibaeanya sejak lahir ,baik jasmani maupun rohani memrlukan pemeliharaan dan latihan .jasmani nya baru akan befungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih.akal dan fungsi mental lainya pun akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta dapat diarahkan kepada pengekspolorasian.
Kesemuanya itu dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui pentahapan.demikian juga perkembangan agama pada diri anak .oleh karena itu timbul pertanyaan :
a) dimanakah timbulnya agama pada diri anak itu ?
b) bagaimanakah bentuk dan sifat agama yang ada pada anak anak
Timbulnya Agama Pada Anak
Menurut para ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makluk yang religius.anak yang baru dilahirkan mirip binatang ,bahkan mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada bayi manusia itu sendiri.selain itu ada pula yang berpendapat sebaliknya ,bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan .fitrah itu berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah beberapa pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan pendapat pertama bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan .apabila bakat elementer bayi lambat pertumbuhan dan matang ,maka agak syukurlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya.meskipun demikian ,ada yang berpendapat ,bahwa tanda tanda keagamaan pada dirinya tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi fungsi kejiwaan lainya.beberpa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain :
1 .Rasa ketergantungan (sense of depend )
Teori ini dikemukakan oleh Tomas melalui teori four Wisbes menurutnya manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat keonginan yaitu : keinginan untuk perlindungan (security) keinginan akan pengalaman baru (new experience) keinginan untuk mendapat tanggapan (response) keinginan untuk dikenal (recogmation) .berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu maka sejak bayi dilahirkan hidup da;lam ketergantungan ,melalui pengalaman pengalaman yang dilaluinya dari linkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan dalam diri anak.
2 .Instnk Keagamaan
Menurut woodworth,bayi yang dilahirkan sudah memliki bebrapa insting diantaranya insting keagamaan .belum terlihatnya tindak tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang meopang kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna.
II.II Perkembangan Pagama Pada Anak Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak anak itu melalui beberpa fase (tingkatan).dalam bukunya the development of religius on children ,ia mengatakan bahwa perkembangan pada anak anak itu melalui tiga tingkatan :
1 . the fairy tale stage (tingkatan dongeng )
Tinkatan ini dimulai pada anak anak yang berusia 3 – 6 tahun .pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebh banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emsi .pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi,hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng dongeng yang kurang masuk akal.
2 .the realistic stage (tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke usia (masa usia)adolesense .pada masa ini ide ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realitas).
3 .the individual stage (tngkat individu)
Pada tingkat ini anak sudah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.konsep keagamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga kelompok atau golongan :
a) konsep ketuhanan yang konversional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
b) Kkkonsep ketuhannan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan )
c) Konsep ketuhannan yang bersifat humanistic.agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.perubahan ini setiap tinkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu : perkembangan usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar di dalaminya.
Setiap makluk ciptaan tuhan ,sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap mausia sejak dilahirkan.potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta.dalam terminology islam dorongan ini dikenal dengan bidayat al-diniyat ,berupa benih benih keberagaman yang dianugrahkan tuhan kepada manusia .dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya adala makluk beragama.kajian antropologi budaya telah membuktikan kebenaran itu .Edwar B.taylor menyebutkan dengan istilah believe in spiritual being ( kepercayaan kepada zat adikodrati).menurut pendapatnya ,dorongan ini merupakan cikal bakal dari tumbuhnya kepercayaan atau agama pada manusia .dalam pengamatan lapangan yang dilaukan ,pakar antropologi ini menemukan kenyataan seperti itu pada suku suku primitife (yang masih budaya asli).berangkat dari kemampuan berfikir yang anthromorphistis ,maka zat adikrodati itu mereka wujudkan dalam bentuk benda konkret ,sepertipatung atau benda benda alam lainya.
Stenlay hall juga menemukan kecndrungan yang hamper sama dengan konsep totemisme dalam kehidupannya ,beberpa suku Indian mengaitkan klan (suku) mereka dengan binatang suci yang dipercaya sebagai reinkarnasi leluhur atau nenek moyang mereka.binatang totem ini dianggap suci dan menjadi lambing ritual keagamaan suku tersebut.konsep ajaran islam menegaskan bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia adalah untuk mpengabdian yang setia kepada penciptanya (QS 51 : 56 agar tugas dan tanggung jawab dapat diwujudkan secara benar maka tuhan mengutus rasulnya sebagai pemberi pengajaran contoh dan tauladan .pernyataan ini menunjukan bahwa dorongan beragama menunjukan factor bawaan manusia .apakah nantinya setelah dewasa seseorang aka menjadi sosok penganut agama yang taat,sepenuhnya tergantung binaan nilai nilai agama oleh kedua orang tuanya.keluarga merupakan didikan dasar bagi anak anak,sedangkan lembaga pendidikan hanyalah sebagai pelanjut dari pendidikan rumah tangga.dalam kaitan dengan kepentingan ini pula terlihat peran strategis dan peran sental keluarga dalam meletakkan dasar dasar keagamaan bagi anak anak.
II.III Sifat Sifat Agama Pada Anak Anak
Memenuhi konsep keagamaan pada anak anak berarti memahami sifat agama pada anak anak.sesuai dengan cirri yang mereka miliki ,maka sifat agama pada anak anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on out bority.ide keagamaan pada anak anak hamper sepenuhnya auatoritarius,maksudnya ,konsep keagamaan pada dirinya dipengaruhi oleh factor luar diri mereka.hal tersebut dapat dmengerti karena anak pada usia muda telah melihat dan mempelajari hal hal yang ada diluar diri mereka .mereka telah melihat apa yang dikerjakan dan di ajarkan oleh orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah kemaslahatan agama.orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip ekspolorasi yang mereka miliki.dengan demikian ketaatan terhadap ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik merek yang mereka pelajari dari orang tua maupun guru mereka.bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa,walaupun belum mereka sadari sepenuhnya.manfaat ajaran tersebut berdasarkan hal itu maka bentuk dan sifat ajaran agama pada diri anak dapat dibagi atas :
1 flective ( Tidak mendalam )
dalam penelitian machion tentang sejumlah konsep ketuhanan pada diri anak ,73% mereka menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia.dalm suatu skolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa santa Klaus memotong jenggotnya untuk membuat bantal.dengan demikian anggapan mereka terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik .kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam ,sehingga cukup sekedar saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangangan yang kadang kadang kurang masuk akal .meskipun demikian pada beberapa anak memiliki ketajaman fikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain.
Penelitian proff mengemukakan 2 contoh tentang hal itu :
a) suatu peristiwa,seorang anak mendapat keterangan dari ayahnya bahwa tuhan selalu mengabulkan permintaan hambanya. Kebetulan seorang anak selalu dihadapan sebuah took mainan .sang anak tertarik kepada sebuah topi berbentuk kerucut . sekembalinya kerumah ia langsung berdoa kepada tuhan untuk apa yangdiingininya itu. Karena itu diketahui oleh ibunya,maka ia tegur ibunya bahwa berkata dalam berdoa tak boleh seeorang memaksakan tuhan untuk mengabulkan barang yang diingininya itu. Mendengar hal tersebut anak tadi langsung mengemukakan pertanyaan ‘mengapa’ ?
b) seorang anak perempuan di beritahu tentang doa yang dapat mengerakkan sebuah gunung.berdasarkan pengetahuan tersebut maka pada suatu kesempatan anak itu berdoa selam beberapa jam agar tuhan memindahkan agar gunung gunung yang ada didaerah wasington ke laut.karena keinginan nya tidak terwujud ,maka semejak itu ia tidak mau berdoa lagi.
Dua contoh diatas menunjukan bahwa anak itu sudah menunjukan penmikiran yang kritis ,walaupun bersifat sederhana .menurut penelitian piiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral.di usia tersebut ,bahkan anak kurang cerdas pun menunjukan pikiran yang korektif.disini menunjukan bahwa anak meagukan kebenaran ajaran agama pada aspek aspek yang bersifat kongkrit
2 Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sejak tahun pertama usia perkembangan dan akan berkembang sejalan dengan pertumbuhan pengalamanya. Apabila kesadaran akan dir itu mulai subur pada diri anak ,maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya.semakin bertumbuh maka semakin meningkatnya pula egoisnya.
3 antbromorphis
pada umumnya konsep mengenai ketuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamanya di kalaia berhubungan dengan orang lain.tapi suatu kenyataan bahwa konsep ketuhanan mereka tanpa jelas menggambarkan aspek aspek kemanusian.melalui konsep yang terbentuk dalampikiran merka menganggap bahwa perikeadaan tuhan itu sama dengan manusia.perkerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat disaat orang itu berada dalam tempat yang gelap.syurga terletak dilangit dan bagi orang yang baik.anak menganggap bahwa tuhan dapat melihat segala perbuatan langsung kerumah rumah mereka seperti selayaknya orang mengintai . pada anak yang berusia 6 tahun menurut penelitian praff pandangan anak terhadap tuhan adalah sebagai berikut : tuhan mempunyai wajah seperti manusia telinganya lebar dan besar ,tuhan tidak akan makan tetapi hanya minum embun.
4 verbalis dan ritualis
sari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh secara verbal (ucapan).
5 Imitatif
Dalam kehidupan sehari hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagmaan yang dilakukan oleh anak anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat mislnya mereka melaksanakan karena hasil melihat perbuatan lingkungan baik berupa pembiasaan maupun pengajaran yang intensif.para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung .sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan kegamaan ada anak.
6 Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak.berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan daja .hal ini merupakan langkah pertama dari ernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat dislurkan melalui cerita yang menimbulkan rasa takjub.
3. Pentingnya Pendidikan Agama
Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Demikian pula halnya pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah egara lainnya yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.
Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan berakibat hal-hal sebagai berikut.
a. Tidak terdapat segara agama dalam kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa;
b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan egar-hukum atau norma-norma yang berlaku.
Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan egara-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar egar-hukum agama.
Sesuai dengan dasar egara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka kepribadian warga egara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama, karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada ajaran, egar, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara menghadapi segala problem dalam hidup.
Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, egaraena banyak orangtua yang tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.
Post a Comment