Header Ads

test

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.
Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu, sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian sekolah, adalah menghitung umur kronologi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa factor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual dalam belajar
b. Bagaimana perbedaan individu pada peserta didik
C. Tujuan Untuk nenenuhi tugas Pribadi matakuliah Psikologi Pendidikan dan sebagai referensi bagi pembaca dalam mempelajari mata kuliah Psikologi pendidikan.
BAB II
PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu Dalam Belajar
A. Inteligensi
Inteligensi adalah suatu istilah yang popular. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “ inteligensia “. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Williem Sterm, “inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan” Berdasar pendapat tersebut pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu :
1. Pembawaan, pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan tidaknya memecahkan suatu soal atau masalah, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.
2. Kematangan, Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, setiap organ ( fisik maupun psikis ) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masingmasing.
3. Pembentukan : yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
4. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
5. Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
B. Sosial Ekonomi
Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Holistik (Humanisme). Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan.
Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-jenis kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu
1. kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan papan
2. kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
3. kebutuhan kasih sayang atau penerimaan
4. kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status
5. kebutuhan aktualisasi diri. Sementara itu, Stranger (Makmun, 2003) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:
1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi.
2. Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.
3. Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan.
4. Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.
Berkaitan dengan motif individu, untuk keperluan studi psikologis, motif individu dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu :
1. Motif primer (basic motive dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilah drive, seperti : dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang, menyelamatkan diri dan sejenisnya.
2. Motif sekunder; menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti : takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas dan sebagainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi. minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi.
Dalam diri individu akan didapati sekian banyak motif yang mengarah kepada tujuan tertentu. Dengan beragamnya motif yang terdapat dalam individu, adakalanya individu harus berhadapan dengan motif yang saling bertentangan atau biasa disebut konflik. Bentuk-bentuk konflik tersebut diantaranya adalah :
1. Approach-approach conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat, dikehendaki serta bersifat positif.
2. Avoidance-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif.
3. Approach-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih, yang satu positif dan dikehendaki dan yang lainnya motif negatif serta tidak dikehendaki namun sama kuatnya.
Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai.
C. Budaya
Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
D. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidakbidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.
John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:
a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut:
a. Kepribadian adalah suatu proses.
b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu.
c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi.
d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang.
e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang.
f. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan.
g. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan kepribadian.
h. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia.
2. Perbedaan Individual Pada Peserta Didik
A. Usia Kronologis
Dipergunakan untuk menetapkan tingkat kematangan peserta didik menunjukkan kemungkinan untuk dapat dididik. Usia 3 tahun, bagaimanapun superiornya kondisi mental dan fisiknya tidak mungkin sanggup mengikuti kegiatan belajar untuk anak usia 16 tahun.
B. Konstitusi fisik
Konstitusi fisik seperti kondisi panca indera, tinggi badan serta kondisi-kondisi anggota tubuh yang lain cukup berpengaruh terhadap jalannya proses pendidikan, apakah seorang peserta didik mampu menangkap pelajaran dengan baik atau tidak.
C. Aspek psikologis
Aspek psikologis misalnya tingkat stabilitas emosi, temperamen/watak, motivasi, kreativitas, minat, dan sikap akan mempengaruhi kesuksesan belajar yang mungkin dicapai.
D. Kemampuan mental umum/inteligensi
Kemampuan mental umum yang ditunjukkan oleh hasil tes inteligensi memiliki pengaruh sebesar  20 % terhadap hasil belajar. Misalnya anak moron (IQ 50-70) hanya mampu menyelesaikan pendidikan setingkat SD. Seorang siswa dapat berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengah bila memiliki IQ 105 ke atas, dan untuk dapat berhasil pada pendidikan PT, mahasiswa harus memiliki IQ 115 keatas.
E. Kemampuan khusus/bakat.
Bakat adalah sifat atau kualitas yang merupakan satu aspek kepribadian individu. Bakat seseorang dapat dilihat melalui tes bakat. Selama SD, siswa lebih diutamakan untuk menguasai alat-alat belajar. Baru pada tingkat sekolah menengah pertama, menengah atas dan perguruan tinggi, perlu disediakan kegiatan dan perlengkapan untuk mengembangkan bakat anak.
F. Kesiapan belajar
Anak-anak pada usia yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan belajar yang sama. Perbedaan-perbedaan itu tidak saja disebabkan oleh bervariasinya kecepatan kematangan, tetapi juga oleh bermacamnya latar belakang yang mendahuluinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Factor-faktor yang memepengaruhi perbedaan individu dalam belajar, diantaranya : intelegensi, social ekonomi, budaya, kepribadian dan proses kebudayaan.
Perbedaan individu pada peserta didik, diantaranya : usia kronologis, konstitusi fisik, aspek psikologis, kemampuan khusus/bakat, kesiapan belajar. Kemampuan mental umum/intelegensi.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kata yang salah atau ada salah dalam penulisannya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tanpa adanya rasa maaf dari para pembaca makalah ini tidak akan menjadi sebuah pedoman atau referensi. Ktirik dan saran juga masih kami tunggu agar makalah ini bisa menjadi makalah yang baik. Amin

Tidak ada komentar